Pencarian Tulisan

Kamis, 29 September 2011

dikutip dari situs islamedia.web.id
http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQRr_jstXLqhYyBUjC3IqijIg66KEeZZvBe3LkIZf-qfxntehP5F_frL6E
Islamedia - Saat menonton film Mohammad Messenger of God (Ar-Risalah) jaman SD tahun 80-an, aku terpesona dengan sosok Hamzah, si singa Allah. Di mataku, dia begitu hebat, proses inqilabnya subhanallah, hingga dia menemui ajalnya di ujung tombak Wahsyi, si budak hitam legam suruhan Hindun. Ya. Hamzah, hidupnya singkat, tapi sangat bermakna.
Dalam film epik yang mendapat banyak penghargaan itu, Nabi Saw yang hanya digambarkan secara imajiner dengan jalannya kamera seolah begitu hidup karena peran Hamzah yang 'berdialog' pada Nabi Saw. Penonton jadi bisa membayangkan apa yang kira-kira Nabi Saw katakan. Masih kuingat di film itu, adegan saat Hamzah (sebagai paman Nabi) berbicara agak keras pada Nabi Saw (yang notabene ponakannya), lalu diingatkan dengan ayat agar tidak berbicara dengan nada keras pada Nabi Saw (surat Hujurat ayat 2). Hamzah langsung duduk lemas lunglai, dan meminta maaf pada Nabi Saw. Memang ini bukan tentang asbabun nuzul ayat tersebut, dan aku juga tak tahu persis apakah Hamzah sendiri masih hidup saat ayat tersebut diturunkan. Tapi, penggambaran dialog Hamzah dengan Nabi Saw di film itu, benar-benar mengesankan.
Juga masih kuingat adegan sesaat Hamzah memutuskan untuk memeluk Islam, dengan gagah beraninya dia membalas penghinaan Abu Jahal dan kelompoknya, yang telah berani menghina ponakannya. Ia lepaskan anak panah dari busur kesayangannya pada Abu Jahal, sembari berkata, "Mengapa kamu memaki dan mencederai Muhammad, padahal aku telah menganut agamanya dan meyakini apa yang dikatakannya? Nah sekarang, coba ulangi kembali makian dan cercaan mu itu kepadaku jika kamu berani!"
Setelah itu, dia juga digambarkan pergi berhijrah dengan memberikan pengumuan terbuka pada para pemuka Quraisy. Benar-benar bahasa seorang muslim yang memiliki izzah :)
Lalu, aku begitu penasaran, siapa sesungguhnya sosok pemeran Hamzah yang heroik di fim itu? Hingga bertahun-tahun kemudian saat aku menginjak bangku SMA, baru aku tahu jawabnya. Bahwa Hamzah di fim tersebut diperankan oleh Anthony Quinn, aktor gaek yang sukses memerankan berbagai lakon dalam film epik sejarah.
Ah, masih kuingat juga bagaimana ‘simbah’ Anthony (alm) ini memerankan dengan sangat apik tokoh Omar Mochtar, pemimpin perjuangan rakyat di Aljazair saat pendudukan Perancis, dalam film Lion on the Desert. Seolah-olah tokoh Omar Mochtar begitu hidup dalam imajinasiku. Film itu, sebagaimana film Mohammad Messsenger of God,  mampu menjadi sumber ilham buatku untuk menuliskan beberapa bait puisi tentang kepahlawanan. Anthony memang benar-benar berbakat sebagai seorang aktor.
Tapi, saat aku juga tahu bagaimana sontoloyo-nya kehidupan pribadinya, jatuh dari pelukan perempuan yang satu ke perempuan yang lain, play boy kelas kakap layaknya artis Hollywood, mendadak jadi agak ilfil juga. Tiba-tiba jadi sangat menyayangkan, orang dengan prestasi sebaik itu, ternyata kehidupan pribadinya jauh dari yang ia perankan dalam film. Hmmm.
Perasaan ilfil ini persis sama saat dulu jaman SMA aku begitu menyukai lagu Nikita dan Sacrifice-nya Elton John. Liriknya mantap, melodinya juga enak. Tak bosan-bosan kuputar ulang lagu itu, sampai kemudian aku tahu bagaimana kehidupan pribadi dari Elton John sendiri. Seorang homo, yang hingga mengumumkan pernikahannya (dengan sesama pria) ke seluruh penjuru dunia. Hoek, jadi ilfil banget. Padahal sudah terlanjur suka dengan lagu gubahannya, mendadak jadi kurang suka.
Allahu, berkaca dari diriku sendiri, ternyata sangat tidak mudah untuk mengaplikasikan ucapan Ali RA: Undzur maa qoola wa laa tandzur man qoola (Perhatikan apa yang dia ucapkan, jangan perhatikan siapa yang mengucapkan). Bagaimana pun, seseorang tetap akan melihat figur siapa dia, bagaimana kesehariannya, meskipun ucapannya mempesona, meskipun prestasinya membuat decak kagum orang-orang sekitarnya.
Astaghfirulah, sungguh aku harus terus berkaca diri, saat perilaku keseharianku (sering) tak sesuai dengan ucapan atau prestasi yang diketahui banyak orang. Kadang juga berpikir, andai semua orang tahu bagaimana sikap keseharianku dan jati diriku, apakah mereka masih mau menjadi temanku? Mereka selama ini mungkin hanya tahu sisi ‘terang’ku saja. Bagaimana jika mereka semua tahu sisi ‘gelap’ku, dosa-dosaku? Apakah mereka masih akan berdecak kagum dengan segelintir prestasiku, yang sebenarnya juga mampu diraih oleh siapapun? Ataukah mereka akan pergi meninggalkanku sambil mencibir, mengolok-olok, atau sumpah serapah karena tahu borok-borok kehidupanku?


Astagfirullah. Sementara jelas sekali Quran mewasiatkan: Hai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar kebencian Alah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu lakukan” (As Shaf ayat 2-3)
Rabbi, jagalah diriku. Sungguh aku bukan orang suci bersih tanpa noda, tapi aku ini hanya jelaga yang menghitam dengan tebalnya. Sungguh aku berharap ampunan-Mu, agar jelaga hitam itu sedikit demi sedikit dapat kugosok, hingga ia kembali ke warna aslinya, hingga nanti dapat kukembalikan sebagaimana saat raga dan jiwa ini Kau pinjamkan: putih bersinar.
Rabbi, kumohon pagarilah langkahku.
Allahumma arinal haqqo haqqon, warzuqnat tiba’ah
Wa arinal bathila bathilan, warzuqnaj tinaabah.

Mukti Amini


Pamulang, 27 September 2011
*saat merasa terpuruk dengan sikap keseharian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

comment